Assalamu’alaikum Wr.Wb
Gambaran
Umum
Saya
adalah salah satu mahasiswa semester III jurusan komunikasi dan penyiaran
islam, fakultas dakwah dan komunikasi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Saya adalah
salah satu pengurus dari Daarul Qur’an Generation Bandung. Kantor Daarul Qur’an
sendiri di Bandung berada di Jl. PU Pengairan No.8, Cipamokolan, Rancasari,
Bandung Timur. Selain program sedekah untuk penghapal Al Qur’an, ada juga
program-program lain. Saya dan ketiga teman saya kebetulan ditugaskan untuk
observasi lapangan beberapa program Daarul Qur’an. Kami ditugaskan untuk mengamati
program DaQu Clinic dan Kampung Qur’an
Merapi, Yogyakarta. Mengamati keadaan sekitar gunung merapi, mengamati
perkembangan ajaran islam sebelum dan sesudah gunung merapi meletus dan adanya
kampung qur’an merapi yang adalah salah satu program Daarul Qur’an, interaksi
masyarakat pada program ini, menganalisa apa yang kami temukan di kampung qur’an
merapi maupun di Daqu clinic. Tepatnya tanggal 26 agustus 2013, aku dan ketiga
temanku juga keempat staf kantor cabang Daarul Qur’an Bandung, kami melakukan
observasi ke kampung qur’an merapi kemudian observasi kami lanjut ke DaQu
Clinic, Yogyakarta. Sangat kebetulan sekali ini adalah pertama kalinya aku
menginjakkan kaki di Daerah Istimewa Yogyakarta, aku sangat antusias sekali
melakukan observasi ini dan sekaligus mengisi waktu liburanku saat itu.
Observasi
Kampung Qur’an Merapi
Setelah hampir 10 jam kami menghabiskan waktu
diperjalanan dengan menggunakan bis, akhirnya kami sampai di terminal Giwangan,
Yogyakarta. Salah satu staf kantor Daarul Qur’an Yogyakarta menjemput kami
untuk mampir ke kantor terlebih dahulu untuk bersilaturrahim pada staf kantor
disana. Dengan ramahnya beliau mengantarkan kami ke kantor setelah sempat
mengantarkan kami untuk sarapan terlebih dahulu. Knatornya tak jauh beda
seperti kantor Daarul Qur’an yang dibandung. Gedung tiga tingkat itu tertata
rapi dan bersih. Setelah beberapa lama kami bersilaturrahim, kami bergegas
menuju gunung merapi. Kami melewati UIN Sunan Kalijaga yang terlihat luas
sekali. Perjalanan diperkiraan satu jam lebih menuju TKP. Setelah sampai dikaki
gunung merapi, trek yang kami lewati lumayan sulit. Truk yang lalu lalang
begitu besar membawa muatan pasir dan bebatuan. Jalanaan yang luasnya cukup
untuk dua mobil, itupun terkadang mobil disalah satu jalur harus mengalah jika
kebetulan jalan yang dilewati sempit dan licin. Jalanan yang menanjak, penuh
bebatuan dan debu yaang memenuhi udara dan benda-benda melewatinya. Beruntunglah
kami berada didalam mobil, senggah tak harus menghirup udara yang amat sangat
penuh polusi. Semua itu tak menggetarkan kami untuk sampai ketempat tujuan. Diperjalanan
kami melihat sekumpulan truk, mobil pengeruk, dan mobil-mobil besar lainnya
sedang mengangkut matrial gunung merapi. Tebing-tebing curam nan tinggi,
bebatuan yang luar biasa besarnya, serta pemandangan bukit yang memanjakan mata
kami. Setelah beberapa lama dari kejauhan kami melihat gapura/tugu yang
bertuliskan “ Kampung Qur’an Merapi” itu menjadi ucapan selamat datang pada
kami yang terletak di Dusun Kalitengah, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan,
Sleman, Jogja. Kami singgah disaung qur’an yang bangunannya setengah terbuat
dari tembok dan sisi lain terbuat oleh bilik/anyaman kayu dan kayu sebagai
pondasinya. Seorang pemuda menyambut kami ramah. Kami beristirahat sejenak kemudian mulai
melakukan observasi. Mewawancarai mas Aryo yang statusnya sebagai pengurus
kampung qur’an itu seorang diri. sempat ada beberapa yang membantu, tapi mereka
mengundurkan diri dengan perlahan. Mas Aryo adalah mahasiswa lulusan dari
Universitan Gajah Mada jurusan komunikasi pembangunan. Sebuah kampung dimerapi
yang pada tanggal 26 oktober 2010 lalu dilanda bencana hebat hingga menelan
korban sampai 165 jiwa termasuk mbah Majidjan. Rumah penduduk hancur,
sepertinya segala kehidupanpun hancur tak meninggalkan sisa oleh ganasnya larva
pijar, awan manas dan material vulkanik. Walau sekarang kawasan gunung merapi
sudah tidak diijinkan untuk dihuni kembali, masyarakat tetap bersikeras
kembali. Mungkin alasan yang sederhana, karena disanalah mereka lahir, mereka
tumbuh, mereka hidup dan bersosialisasi. Dari setiap uluran tangan hamba Alloh,
Daarul Qur’an membantu membengun kembali rumah warga. Tidak semata-mata Daarul
Qur’an membangun rumah, saung bahkan masjid. Ini adalah salah satu sarana untuk
berdakwah didaerah merapi. Apa kalian tahu? Sebelumnya masyarakat merapi jauh
dari ajaran islam seperti mabuk, judi, dan lainnya. Dan tak sedikit pula yang masih
menerapkan paham animisme. Setelah kejadian meletusnya gunung merapi, sebelum
Daarul Qur’an datang untuk membantu adanya misionaris yang datang ke merapi. Beruntunglah
keatangan mereka diketahui noleh beberapa pihak, dan kawasan itu diambil alih
oleh Daarul Qur’an. Membangun ±80 Rumah Qur’an untuk warga, 3 saung Qur’an
untuk sarana pengajaran agama islam, dan mesjid. Sekitar sudah satu tahun mas
Aryo mengabdikan diri dimerapi untuk menyebarkan agama islam. Sungguh pengorbanan
yang sangat luar biasa. Kampung yang hijau, nyaman tentram dan masyaralkat yang
ramah tamah membuat kami betah. Disaung samping kiri saung qur’an ada kandang
sapi milik warga, disebelah kanan saung ada mesjid yang berdiri kokoh. Setelah melakukan
observasi sementara, para akhwat diajak untuk beristirahat disalah satu rumah
warga yang tak jauh dari saung. Rumah bu Uin yang akan kami tinggali selama
kami dimerapi. Sebuah rumah yang sederhana dengan hengangatan keramahan beliau
menyambut kami dengan suka cita sepertinya. Sore harinya kami langsung menuju
saung qur’an yang satunya lagi, mas Aryo sebagai pemandu jalan kami. Observasi kami
lanjutkan kembali. Jalan turunan yang terjal dan licin karena pasir, jembatan
kayu yang mulai rapuh, serta pepohonan dan rumah warga menjadu lintasan kami
saat itu. Sesampainya disaung qur’an, kami melihat anak-anak sedang mengaji. Ada
dua orang perempuan yanng masih muda sedang mendampingi anak-anak mengaji. Kami
datang dan membantu mereka. Ingin sekali berkomunikasi dengan mereka
menggunakan bahasa jawa, sayangnya saya tidak menguasai bahasa tersebut. Bahasa
nasional indonesialah yang menjadi baha komunikasi saat itu. mata kuliah dakwah
antar budaya yang saya pelajari semester III ini sepertinya sesuai dengan
perkara ini. sayangnya saat itu saya belum mempelajarinya teori, saya langsung
praktek kelapangan bersama teman-teman yang lainnya. Belajar bersama, saling
memperkenalkan diri satu sama lain dengan gaya yang berbeda-beda dan bermain
bersama. Kami pulang sekitar pukul 7.30
malam. Suasana yang sangat menyeramkan menurut saya karena pencahayaan lampu
yang sangat minim, jalur perjalanan seperti saat kami pergi tadi, ditambah
pepohonan dan hembusan angin gunung yang menambah suasana semakin menegangkan. Mas
Aryo sungguh luar biasa menjalani ini semua, ditambah letak pasar yang
jaraknyan ±5km dari kampung. Bukan hanya sekedar berdakwah atau mengajarkan
ajaran islam. Bantuan, dukungan, dan suport yang harus kita berikan. Entah itu dengan materil, material, ilmu, semangat,
dan perhatian. Mereka semua butuh kita, butuh uluran tangan kita, bukan sekedar
perkataan atau dakwahan kita saja. Pendekatan secara kontekstual,
konstruktivisme, deduktif, induktif,
konsep dan proses nyatanya memang
sangat dibutuhkan. Bagaimana mas Aryo bersusah payah menarik para penduduk agar
mau mengikuti ajaran islam, itu sangat sulit. Ikut berbaur dengan masyarakat,
menjadi bagian dari masyarakat, mengikuti kegiatan masyarakata dalam hal
positif seperti berkebun, berternak, dan lain sebagainya. Menarik hati
anak-anak dengan cara bermain bersama, semua itu mas Aryo lakukan demi menarik
hati mereka agar mau mengikuti ajaran islam dan meninggalkan kebiasaan buruk
mereka yang sebelumnya. Mendengar cerita mas Aryo pada bulan puasa kemari, saat
waktu sahur tiba terdengar suara gemuruh yang tak ada hentinya. Beberapa orang
mungkin berpikir itu suara truk pengangkuit pasir tapi ternyata tidak. Itu
sebuah suara dari perut gunung. Masyarakat berbondong-bondong memperingati
masyarakat lainnya. Mas Aryo ikut keluar, semua penduduk berhamburan keluar.
Mereka segera menepi ke pengungsian di bawah kaki gunung yang jauhnya kira-kira
5km. Dengan pencahayaan obor yang seadanya mereka semua berjalan melintasi
lintasan yang terjal. Betapa tidak?
Turunan gunung yang terjal, pepohonan yang rindang, serta kegelapan
malam yang kelam mereka taklukan bersama-sama untuk menyelamatkan diri. mereka
takut terjadi hal yang serupa seperti kejadian merapi tahun-tahun yang lalu.
Seorang Da’i yang tak masuk tv, begitulah sebutanku kepada mas Aryo. Kami menanyakan
pesan dan kesan mas Aryo selama disini. Suka, duka, mas Aryo jalani. Rasanya ingin
sekali bermanfaat untuk banyak orang seperti mas Aryo, itu pekerjaan yang
sangat mulia. Saya yang kuliah dijurusan komunikasi dan penyiaran islam semoga
dapat melebihi mas Aryo mengamalkan ilmu, pengalaman, dan hal lainnya.
Observasi
DaQu Clinic
Setelang
selesai mengobservasi kampung qur’an, kami melanjutkan observasi kami ke DaQu
clinic. Beberapa pegawai rumah sakit memperkenalkan diri masing-masing begitu
juga kami. Salah satu suster bernama Tina menunjukkan kami setiap seluk beluk
clinic. Sebuah klinik yang cukup luas dengan beberapa ruangannya. DaQu Clinic
berdiri sekitar baru 2 bulan yang lalu. Ruangan yang sangat bersih dan rapih. Ada
ruang tunggu yang dipenuhi kursi yang berbaris rapi. Ada ruang nifas 1, ruang
nifas 2, ada ruang pasien laki-laki dan ruang pasien perempuan yang ada
beberapa keluarga didalamnya, ruang tindakan, ruang bersalin, laboratorium, ada
pula ruang terapi Al Qur’an. Kami bersilaturrahim ke ruang terapi bertemu
dengan ustadz Fauzan. Beliau menyuruh kami menceritakan pengalaman kami selama
di jogja sepertinya beliau sedang menila kepribadian kami. Dan kami bercerita
dengan gaya kami masing-masing. Sebuah pengalaman yang sangat luar biasa. Mengenal
perawat, dokter, dan ustadz yang bekerja di DaQu Clinic. Mereka semua yang
kebanyakan tinggal ditempat yang jauh dari clinic, sekitar 20km jauhnya tapi
mereka bersedia mengabdikan diri untuk masyarakat. Lebih mementingkan
kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi.
Kesimpulan
Setelah
melakukan observasi ke Kampung qur’an Merapi dan DaQu Clinic dapat disimpulakan
bahwa kita sebagai umat muslim harus saling menolong satu sama lain. Sadar akan
tingkat nasionalisme yang tinggi. Dan kita sebagai manusia berkewajiban
berdakwah kepada siapaun untuk mengajak dalam hal kebaikan. Kita harus peka
kepada lingkungan sekitar. Khoirunnas anfauhum
linnas, sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi oranng
lain. Ilmu kita, pengalaman kita, bahkan harta kita tidak akan ada gunanya selagi
kita tidak saling berbagi kepada yang lainnya. Begitulah hasil obsevasi saya
terhadap Kampung Qur’an Merapi dan DaQu Clinic.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar